Terjemahan
tafsir asy-Sya’rawi ayat-6 surah al-Baqarah.
Sesudah Allah SWT. membicarakan tentang orang-orang mukmin,
sipat-sipat mereka, balasan mereka di akhirat dan apa yang mereka nantikan
berupa kebaikan yang besar. Allah tabaraka wata’la hendak menjelaskan kepada
kita gambaran sebaliknya yakni orang-orang kafir. Dia menjelaskan kepada kita
bahwasanya iman ialah sebagai kontrol untuk manusia dan penjelas bagi mereka di
dunia dan di akhirat. Maka sebuah keniscayaan ada unsur kejahatan yang memerangi
iman. Jika tidak ada kejahatan, maka akan ada kemudaratan bagi iman.
Sesungguhnya orang mukmin menjaga dirinya dan lingkungan sekitarnya dari
kejahatan yang ditimbulkan oleh kekafiran. Orang-orang kafir terbagi dua:
Pertama,Ingkar kepada Allah, mendengar kalam Ilahi kemudian menerimanya
dengan akal sehat lalu beriman
Kedua, Orang-orang yang tetap dalam kekafiran,permusuhan, kezaliman,
memakan hak orang lain dan sebagainya.
Kelompok yang kedua ini mengetahui bahwasanya iman akan
menghilangkan wibawa duniawi, usaha-usaha yang direalisasikan dengan cara kezaliman dan perpecahan. Oleh karena itu
kelompok kedua ini tidak beriman dan mengambil manfaat dari kekafiran. Tetapi
bagaimana dengan oraang kafir yang
menerima agama Allah dengan baik? Mereka itulah orang-orang yang dibuka hatinya
untuk beriman.
Kata kafir berarti menutup. Ka-fa-ra yakni sama dengan sa-ta-ra.
Kafir kepada Allah ialah menutup (tidak mengakui) keberadaan Allah. Dan orang
dikatakan menutup sesuatu jika yang ditutup itu sesuatu yang ada, karena kata
menutup itu menunjukkan atas keberadaan sesuatu. Hal yang fundamental pada
hakikatnya adalah percaya kepada Allah. Orang-orang kafir mencoba untuk
menutupi akan adanya Allah. Seolah-olah meyakini tidak adanya Allah ialah iman
yang sebenarnya, kemudian sifat lalai manusia menghalnagi mereka untuk meyakini
adanya Allah agar mengekalkan kekuasaan mereka,mengeksploitasi, meninggikan
derajat mereka atas orang lain. Kata kafir menurut asal usulnya kata iman lebih
dulu dari pada kata kafir. Lalu Bagaimana?
Karena sesungguhnya penciptaan yang pertama adalah Adam yang
diciptakan oleh Allah dengan ‘ kedua tangan’-Nya, ditiupkan ruh padanya dan Dia
(Allah) memerintahkan malaikat untuk sujud kepadanya serta Dia mengajarinya
semua nama-nama.
Sujudnya Malaikat dan mengajari nama-nama adalah satu hal yang
sudah disaksikan. Dan pada saat itu
kekafiran belum ada. Dan menjadi kewajiban bagi Nabi Adam setelah diturunkan ke
bumi dan berdomisidi di dalamnya untuk mengajari anak-anaknya cara menyembah
agama Allah karena nabi Adam turun membawa tata cara tersebut (perintah dan
larangan) demikian juga anak-anak Adam berkewajiban mengajari anak-anak mereka
tata cara tersebut Demikian seterusnya. Tetapi dengan berlalunya waktu
datanglah kelalaian bahwasanya iman itu akan mengekang gerak manusia di alam
ini. Maka orang-orang yang ingin mengikuti hawa nafsunya mulai
menempuh jalan kekafiran. Orang berakal, ketika mendengar kata kufur, akan selalu mengingat bahwa ma’na kalimat kufur
adalah menutupi sesuatu yang seharusya ada. Maka bagaimana mungkin seseorang itu kafir dan
menyekutukan yang lainnya untuk menutupi sesuatu yang benar-benar ada. dengan
itulah engkau akan mendapati Allah yang Hak berfirman:
{كَيْفَ تَكْفُرُونَ بالله وَكُنْتُمْ
أَمْوَاتاً فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ
تُرْجَعُونَ هُوَ الذي خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِي الأرض جَمِيعاً ثُمَّ استوى إِلَى
السمآء فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}[البقرة:
29]
Artinya: bagaimna kamu ingakar kepada Allah, padahal kamu tadinya
mati, lalu dia menghidupkan kamu, kemudian dia mematikan kamu lalu Dia
menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
sepertu itulah
pertanyaan itu datang. Lalu orang-orang kafir tidak sanggup untuk menjawabnya. Karena
Allah lah yang menciptakan dan membuatnya ada. Sementara itu tidak ada seorang
pun dari kita yang mampu mengklaim bahwa dia menciptakan diri sendiri atau yang
lainnya. maka keberadaan Zat Allah adalah menunjukkan atas keharusan beriman.
Oleh karena itu Allah menanyai mereka dengan pertanyaan “ bagaimana kamu kafir
kepada Allah dan menutupi keberadaan Zat yang menciptakan kamu semua?”
Dan menciptakan itu adalah hak prerogratif Allah tidak seorang pun
yang mampu mengakui bahwa dia menciptkan dirinya sendiri. Fakta Bahwa kamu diciptakan mengharuskan kamu beriman kepada
Allah yang membuat kamu ada. Sesungguhnya itu adalah dalil Allah. Ketika
seorang melihat sekitarnya dan mendapati segala yang ada di alam semesta ini
ditundukkan padanya maka dia menduga dengan beriringnya dan berlalunya waktu,
bahwa dia memiliki kekuasaan atas alam semesta ini. Oleh sebab itu dia hidup
dan didalam fikirannya ada kekuatan sebab-sebab. Mengambil sebab-sebab dialah
pelaku sebab-sebab,maka dia mendapatinya sebagai yang memberikan baginya.
Kemudian dia tidak menoleh kepada yang menciptakan sebab akibat itu yang telah
membuat aturan-aturan nya. Alah menunjukkan maksud ini didalam firmannya:
{كَلاَّ إِنَّ الإنسان ليطغى أَن رَّآهُ
استغنى} [العلق: 6 - 7]
Artinya:sekali-kali
tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas
Demikian itu karena manusia membajak tanah sehingga mendapatkan hasilnya.
Kemudian dia berkeyakinan bahwa dialah yang telah menundukkan bumi itu dan
membuat aturan-aturan sehingga bumi itu bisa memberinya apa yang dia kehendaki.
Ia menekan tombol listrik kemudian tempat itu menjadi terang kemudian dia
berkeyakinan bahwa dialah yang menciptakan listrik itu. Ia menaiki pesawat dan
terbang melintasi awan kemudian dia berkeyakinan bahwa dialah yang membuat
pesawat tersebut terbang. Dia melupakan karakteristik udara yang ditetapkan
oleh Allah sehingga dia mampu menerbangkan pesawat itu. Dia menyalakan televisi
dan dia melihat berita seluruh dunia dan dia berkayakinan bahwa hal itu terjadi
karena kemampuannya. Dia lupa bahwa Allah-lah yang menetapkan aturan aturan
khusus di angkasa (udara) sehingga dia itu bisa menteransper suara dan gambar
dari ujung-ke ujung dunia lainnya. Inilah contoh-contoh di sekitar kita yang
menunjukkan bahwa manusia menganggap bahwa dirinya-lah yang menundukkan
semuanya. Padahal pada hakikatnya Allah-lah yang menundukkan semuanya, Allah-lah
yang mnciptakan dan menetapkan aturan-aturan nya, saya berkata jika kamu paham ma’na segala
esensi segala sesuatu maka hal itu tidak akan terjadi padamu. Suatu yang
esensial adalah sesuatu yang tidak pernah berubah selamanya. Suatu yang bukan
esensi tersebut bisa berubah.
Jika kamu melihat pada esensi dirimu yang menipu dan menyesatkan
kamu akan paham bahwa kata esensi itu artinya engkau tidak butuh pada selainmu.
Bahkan segala sesuatu adalah darimu sedangkan kamu di seluruh hidupmu tidak
memiliki esensi seperti itu karena segala sesuatu di sekitarmu berubah tanfa
kehendakmu. Kamu adalah anak kecil yang membutuhkan ayahmu saat kamu kecil.
Ketika kamu beranjak dewasa dan menjadi kuat kamu tidak bias menjadikan masa
mudamu itu kekal karena waktulah yang memiliki, sedangkan masa-masa kamu terbatas.
Maka ketika engkau mencapai usia senja maka engkau akan membutuhkan orang yang
memagang tanganmu, minimal untuk memenuhi kebutuhan makan dan minummu.
Engkau bermula
dengan masa kecil membutuhkan orang lain dan berakhir dengan masa tua juga membutuhkan
orang lain. Ketika kamu ada di masa muda terkadang sakit yang bisa membuatmu
tertunduk dan sulit (begerak) menimpa kamu. Apabila kamu punya ‘zat hakiki’
maka tolaklah penyakit itu dan katakan aku tidak akan sakit. Sungguh kamu tidak
akan sakit. Allah SWT. Mewujudkan hal-hal yang bisa berubah ini sampai manusia bisa
tiba dengan sendirinya dalam’ gurur’. Dan dia sadar bahwa dia punya kekuatan
dan kemampuan karena sistem alam yang Allah tundukkan untuknya. Agar kita tahu
bahwa kita semua membutuhkan zat yang maha kuasa yang adalah Allah. Dan adalah
Allah dengan zatnya tidak membutuhkan seluruh makhluknya. Allah bisa merubah
namun tidak berubah. Allah bisa membuat mati sesuatu namun wujudnya abadi.
Allah bisa menciptakan kelemahan setelah kekuatan namun kekuatan-Nya
abadi. Apa yang dimiliki oleh manusia
bisa rusak namun yang dimilki Allah tidak seperti itu. Dialah Allah yang ada di
langit dan di bumi.
Jadi, kamu tidak
punya ‘Zatiyah’ yang membuat kamu berkata saya yang menumbuhkan alam semesta
dengan alam kekuatanmu.karena sebenarnya kamu tidak punya kekuatan selalu ada
dalam situasi tertentu dan membuatnya tidak berganti dan tidak berubah. Kalau begitu
bagaimana bisa kalian kufur kepada Allah lalu menutupi keberadaanya. Semua yang
ada di semesta dan tubuhmu adalah bukti dan atau tanda keberadaan Allah yang
hak. Menurut hemat saya golongan kafir
terbagi menjadi dua:
Pertama, golongan yang kufur kepada Allah namun ketika datang petunjuk
kepadanya akalnya membimbingnya untuk menyadari kebenaran dan kemudian
mengimaninya.
Kedua, yang bersesuaian dengan definisi kuffar ia tetap kufur walaupun
sudah datang padanya iman serta bukti-buktinya. Dia malah menentang dan
mengkufurinya karena ia ingin mempertahankan kekuasaan duniawinya dan
otoritasnya sebagai orang yang zalim dan sewenang-wenang. Ia tidak mau
dilepaskan dari kedunya walaupun oleh kebenaran. Golongan inilah yang disebut
Allah dalam ayat
{إِنَّ الذين كَفَرُواْ سَوَآءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ
لَمْ تُنْذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ}
Artinya:
sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja atas mereka , engkau (Muhammada) beri
peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tiak akan berimana.
Mereka belum kafir karena penyampaian dari Allah belum menyentuh
mereka, mereka juga belum dikatakan kafir karena mereka masih butuh ditunjukkan
oleh Rasulullah pada jalan Allah. Mereka-lah yang menjadikan kufur sebagai
prinsip hidup dan mereka-lah yang mengambil keuntungan dari kekufuran itu
karean kekufuranlah yang membuat mereka jadi pemimpin dan mereka berbeda dengan
yang lain karena kebatilan dan karena sifat mereka yang jika didatangi oleh
keimanan yang mempersamakan manusia dan memangkas kezaliman mereka akan menjadi
orang kebanyakan tidak berbeda satu hal pun dari yang lain.
Inilah sosok kafir
yang menjadikan kufur sebagai cara mendapatkan kekuasaan dunia serta pernak
perniknya. Mereka akan tetap tidak akan beriman entah engkau ingatkan atau
tidak. Ia menginginkan dunia dimana ia hidup didalamnya. Bahkan mereka-lah yang
menentang agama dan memerangi semua kaum beriman karena mereka tahu bahwa iman
melepaskan banyak keutungan darinya, oleh karena itu ketiadaan iman mereka
bukan karena jalan iman belum disampaikan kepada mereka atau karena tidak ada
seorang pun yang menunjukknya ayat-ayat Allah di bumi. Ketiadaan itu lebih karena hidup mereka berprinsipkan
kekufuran.