Minggu, 08 Mei 2016

pengertian shahifah



A.    Latar Belakang
Hadits Nabi saw. Merupakan sumber hukum ke dua bagi ummat Islam, yang mana kedudukannya  setelah Al-Qur’an. Keberadaan hadits merupakan realitas nyata dari ajaran islam yang terkandung dalam Al-Qur’an, hal  ini karena tugas Rasul adalah sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung dalam risalah yakni Al-Qur’am. Sedangkan hadits, hakikatnya tak lain adalah penjelasan dan praktek dari ajaran Al-Qur’an itu sendiri.
Dengan demikian, keberadaan hadits dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan Al-Qur’an yang sejak awal mendapat perhatian secara khusus baik dari Rasulullah SAW.  Maupun para sahabat berkaitannya dengan penulisannya. Bahkan Al-Qur’an secara resmi  dikodifikasikan sejak masa Khilafah Abu Bakar As Shiddiq yang dilanjutkan dengan Utsman  bin Affan yang merupakan waktu yang relatip dekat dengan masa Rasulullah. Di samping itu penulisan hadits secara resmi baru dilakukan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz  Khalifah Bani Umayyah yang memerintah tahun 99-101 Hijiriyah, waktu yang relatip jauh dari Rasulullah.  
Jadi penulisan hadits sebenarnya sudah dimulai pada zaman Rasulullah SAW. Dan tulisan hadits ini berbentuk shahifah . diantara para shahifah sahabat yang terkenal adalah shahifah Ali bin Abi Thalib, shahifah Abdullah bin  Amru bin Ash, selain itu masih ada beberapa penulisan hadits lain dalam bentuk shahifah yang insyaallah akan kami jelaskan pada pembahasan yang akan datang ini.
A.    Rumusan Masalah
Pembahasan pada makalah ini dibatasi oleh rumusan masalah sebagai berikut
1.      Apa pengertian shahifah?
2.      Bagaimana sejarah lahirnya shahifah?
3.      Bagaimana metode penulisan hadits dalam bentuk shahifah?
4.      Bagaimana shahifah Ali bin Abi Thalib?



B.     Pengertian shahifah
Shahifah bermakna sesuatu yang tersebar untuk ditulis. Bentuk jamak dari kata ini adalah shuhuf atau shahaif. Dan yang dimaksud dengan shuhuf adalah lembaran lembaran yang didalamnya mengandung ajaran-ajaran ilahi, hokum-hukum dan ayat-ayat yang diturunkan kepada para Nabi.[1] Jenis shuhuf ini, dengan memperhatikan situasi dan kondisi zaman, berbeda-beda dari waktu ke waktu. Pada suatu masa terdiri dari bahan jenis kayu, terkadang dari jenis kulit dan terkadang dari kertas.   
C.    Sejarah Lahirnya Shahifah
Sejarah penulisan hadits Rasullah SAW. Di awali dengan larangan penulisan hadits diantara sumber yang menjelaskan tentang larangan untuk menulis hadits Rasulullah SAW. Adalah hadits yang diriwayatkan dalam shshih Muslim.

حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :" لَا تَكْتُبُوا عَنِّي وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُه ...
            “janganlah kalian semua menulis sesuatu dariku, dan barang siapa yang menulis sesuatu dariku selain al-Qur’an, hendaklah kalian hapus’’[2]
            Dalam hadits lain juga diriwayatkan dalam sunan Ad-Dairomiy
                        أخبرنا أبو معمر عن سفيان بن عيينة قال حدثنا زيد بن أسلم عن عطاء بن يسار عن أبي سعيد الخدري : انهم استأذنوا النبي صلى الله عليه و سلم في ان يكتبوا عنه فلم يأذن لهم.
“sesungguhnya mereka meminta izin pada Nabi Muhammad SAW. Untuk menulis sesuatu hadits dari beliau, dan beliau tidak mengizinkan’’[3]
Diantara para kelompok sahabat yang melarang penulisan hadits adalah Umar bin Khatab, Ibnu Mas’ud, Zaid bin TsabitAbu Musa, Abu Sa’id Al-Khudri.
Namun dalam perjalanannya Rasulullah SAW. Juga mengizinkan sebagian sahabat untuk menulisnya, seperti sahabat Abdullah bin Amru bin Ash. Sebagaimana dalam keterangan

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ : حَدَّثَنَا عَمْرٌو قَالَ : أَخْبَرَنِي وَهْبُ بْنُ مُنَبِّهٍ عَنْ أَخِيهِ قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّي إِلاَّ مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو ، فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ ، وَلاَ أَكْتُبُ.
Abi Hurairah berkata: tidak ada sahabat nabi SAW. Yang riwayat haditsnya lebih banyak dari aku kecuali Abdullah bin Amru bin Ash, karena sesungguhnya dia menulis dan aku tidak.[4]
Keterangan lain terdapat dalam sebuah potongan hadits:
"اكتب فوالذي نفسي بيده ما خرج منه الا حق"
“tulislah, maka jiwaku yang berada ditangannya tidaklah keluar dari mulutku kecuali kebenaran.[5]
Dalam hal ini banyak ulama yang berkomentar diantaranya As Shona’ni beliau berkata bahwasanya penulisan hadits ini dilarang pleh Rasulullah SAW.  Karena beliau takut terjadinya percampuran antara al-Qur’an dan hadits pada awal perkembangna islam. Setelah tambah banyaknya muslimin dan mereka telah mengetahui al-Qur’an maka hilanglah ketakutan tersebut.
D.    Metode Penulisan Hdits Dalam Bentuk Shahifah
 Penulisan hadits pada masa shahabat berbeda jauh pada masa setelahnya. Melihat pada masa –masa setelah shahabat hadits ditulis dengan berbagai metode, ada yang ditulis menurut abjad periwayat, ada yang ditulis menurut bab-bab, namun hal ini tidak terjadi pada masa shahabat.
Sebagaimana shahifah yang ditulis oleh shahabat Abdullah bin Amru bin Ash, bahwasanya beliau selalu menulis apapun yang beliau dengar dari Rasulullah SAW. dalam kata lain penulisan ini hanya berupa catatan catatan yang dikumpulkan menjadi satu.
Namun ada sebagian shahabat yang menulis hadits Rasulullah SAW. dan sudah membaginya dalam masalah tertentu,  hal ini seperti Amru bin Hazm. Beliau menulis hadits yang beliau dapat dalam pembahasan-pembahasan tentang shodaqah, diyat, dan faroidh[6][8].
Sulitnya untuk lebih merinci metode penyusunan shahifah ini dikarenakan keberadaannya yang tidak sampai ke masa kita. Akan tetapi penulis akan menguraikan berbagai penulisan hadits setelah masa sahabat. Yaitu:

a.       Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan bab
Dalam kitab-kitab ulama tedahulu (mutaqoddimin), jenis ini disebut al-ashnaf.
Teknik penyusunan kitab ini adalah mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki tema yang sama menjadi satu judul umum yang mencakupnya, seperti kitab al-Shalah, kitab al-Zakah, dan kitab al-Buyu.[7]
Keistemawaan kitab-kitab jenis ini adalah mudah dijadikan sebagai kitab sumber, sehingga menjadi tumpuan utama bagi para penuntut ilmu dan para peneliti.

b.      Kitab-Kitab Hadits Yang Disusun Berdasarkan Urutan Nama-Nama Shabat
Yaitu kitab-kitab yang menghimpun hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap sahabat ditempat yang khusus dan mencantumkan nama sahabat yang meriwayatkannya.
Teknik penyusunan seperti ini sangat membantu dalam mengetahui jumlah dan jenis hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat dari Nabi SAW. Dan memprmudah pengecakannya, lebih-lebih keberadaan kitab seperti ini merupakan kitab yang sangat berfaedah bagi pencarian sumber hadits yang telah diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya serta faedah-faedah lain yang berkaitan dengan kemudahan pengkajian hadits.

c.       Kitab-Ktab Mu’jam

Kitab mu’jam menurut istilah  para Muhadditsin adalah kitab hadits yang disusun berdasarkan susunan guru-guru penulisnya yang kebanyakan disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah, sehingga penyusun mengawali pembahasan kitab mu’jam-nya dengan hadits-hadits yang diterima dari Abun, lalu yang dari Ibrahim, dan seterusnya.

d.      Kitab-Kitab Yang Disusun Berdasarkan Urutan Awal Hdits

Yaitu kitab-kitab hadits yang menyybutkan beberapa kata awal setiap hadits yang disusun berdasaerkan urutan mu’jam jadi dimulai dengan hadits yang diawali dengan huruf ba’ dan seterusnya.
Kitab seperti ini memberikan banyak kemudahan bagi orang yang menelahnya. Akan tetapi, terlebih dahulu harus diketahui dengan pasti huruf awal setiaf hadits yang dicari sumbernya itu. Jika tidak, maka akan sia-sialah upaya pencariannya itu.

E.     Shahifah Ali bin Abi Thalib
Dalam kitab Shohaifush Shahabat, penulisan hadits dalam bentuk shahifah terbagi menjadi dua masa yakni, ketika Rasulullah SAW. masih hidup dan setelah beliau wafat.  Shahifah yang ditulis ketika beliau masih hidup diantaranya adalah shahifah Ali bin Abi Thalib, shahifah Abdullah bin Amru bin Ash,dan shahifah Amru bin Hazm. Shahifah yang ditulis setelah Rasulullah SAW. wafat diantaranya adalah shahifah Jabir bin Abdullah, shahifah Samrah bin Jundub, dan sahifah Abu Hurairah. Disamping itu Imam ali bin Abi Thalib memiliki beberapa karya beberapa karya lain yang disebut dengan shahifah yang memuat hukum-hukum tentang diyat(ganjaran bagi pelanggar).[8] Bukhori, Muslim dan Ibn hambal meriwayatkan tentang adanya shahifah ini.ada juga yang dinisbatkan kepada Ali bin Abi thalib yang disebut al-jamiah. Albukhari dan lainnya meriwayatkan kisah shahifah Ali bin ini dari riwayat Abu Juhaifah, katanya: Aku bertanya (kepada Ali), :apakah kamu mempunyai kitab? Ia menjawab, tidak kecuali kitab Allah, ilmu yang kudapati dari seorang muslim, dan apa yang terdapat dalam shahifah itu? Ia menjawab, Aql (ketentuan-ketentuan illat), tentang pembebasan tawanan perang dan bahwa seorang Muslim tidak dapat dijatuhi hukuman mati karena membunuh seorang kafir.[9]
Berikut sedikit pemaparan mengenai sahahifah Ali bin Abi Thalib:

Sahahifah ini merupakan kumpulan hadits tertua yang ditulis langsung oleh Ali bin Abi Thalib.  Menurut imam Al Qustholani shahifah ini hanya berupa lembaran yang berjumlah satu, yang berisi kumpulan hadits. Jadi dalam shahifah tersebut hanya terdapat jsedikit hadits. Diantara hadits yang ditulis dalam sahahifah ini antara lain:


" مَنْ وَالَى قَوْمًا بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا ، وَلاَ عَدْلاً "[10]

" لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ "









F.     Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan
1.      Sejarah penulisan hadits pada awalnya dilarang oleh Rasulullah SAW. namun akhirnya beliau mengizinkan beberapa shahabat untuk menulisnya.
2.      Metode penulisan hadits dalam bentuk shahifah ini tidak beraturan, ada yang berbentuk catatan catatan, ada pula yang disusun menurut masalah masalah yang timbul.
3.      Kitab-kitab hadits dalam bentuk shahifah antara lain hahifah Ali bin Abi Thalib, shahifah Abdullah bin Amru bin Ash,dan shahifah Amru bin Hazm
















DAPTAR PUSTAKA
Archive, apa yang dimaksud dengan suhufullah.? Dalam www: Islamquest.net, diakses tanggal 12 januari 2016, pukul 09.15 WIB.
Muslim,1988, shahih Muslim, Bairut Libanan: al-Bunayati Markaziah, hadits No. 3004,  juz 4, hal 2298  
-------------------,1988, shahih Muslim, Bairut Libanan al-Bunayati Markaziah juz 1 hal. 994.
 ‘Itr Nuruddi , Ulumul Hadits, (pt  Remaja Rosdakarya Ofset Bandung) hlm:191.
www: alhassanain.com/Indonesia/book/book/holy-prophet-and-ahlul-bayt library imam Ali/022.html. diakses tanggal:14 januari 2016 pukul 09.15 WIB.















[1] Archive, apa yang dimaksud dengan suhufullah.? Dalam www: Islamquest.net, diakses tanggal 12 januari 2016
[2]Imam Muslim, Shohih Muslim, hadits No. 3004,  juz 4, hal 2298
[3] Ad Daromiy, Sunan Ad Daromiy, hadits No. 458, juz 1, hal 98
[4] Al Bukhori, Shohih Bukhori, hadits No. 113
[5] Ahmad Abdurrahman, Shohaifush Shahabat, 1990. hal. 30

[7] Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadits, (pt  Remaja Rosdakarya Ofset Bandung) hlm:191.
[8] www: alhassanain.com/Indonesia/book/book/holy-prophet-and-ahlul bayt library imam Ali/022.html. diakses tanggal:14 januari 2016
[9] Nuruddin ’itr, Ulumul hadits, (pt  Remaja Rosdakarya Ofset Bandung) hlm:36
[10] Muslim, Shohih Muslim,( Bairut Libanan: al-Bunayati Markaziah), juz 1 hal. 994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar