Sabtu, 07 Mei 2016

PENGUMPULAN al-Qur'an




Nama   : Hanapi Nst
Nim     : 15531015
Prodi   : IQTA
Al-Qur’an  adalah sumber petunjuk dan sumber hukum bagi ummat islam, yang ketika ummat islam berpegang teguh   kemudian  mengamalkan isi kandungan al-Qur’an. ummat islam akan selalu terarah dan terbimbing dalam melaksanakan aktivitas nya sehari-hari. Di samping itu kita sebagai orang islam apalagi kita sebagai akademisian seyogyianyalah kita mengetahui sejarah dan kandungan yang berkaitan  dengan al-Qur’an, maka dari itu pemakalah akan menjelaskan secara ringkas tentang pengumpulan dan pemeliharaan al-Qur’an pada masa Nabi.

1.      PENGUMPULAN DAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN PADA MASA NABI
Yang dimaksud dengan pengumpulan Qur’an (jam’ul Qur’an) oleh para ulama adalah salah satu dari dua pengetian berikut:
            Pertama: pengumpulan dalam arti huffazuhu (menghafalnya dalam hati). Yaitu orang yang menghafalnya di dalam hati. Inilah makan ayang dimaksudkan dalam firma Allah kepada Nabi-Nabi senantiasa mengetrak-gerakan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Qur’an ketika Qur’an itu turun kepadanya sebelum Jibril selesai membacakannya, karena ingin mengahafalnya:[1]
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19)
                                                                                                                                   
“ janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di damu) dan membuat mu pandai membacanya. Apabila kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudia,  atas tanggungan kamilah penjelasannya.’’ (al-Qiyamah [75]:16-19)
          Kedua: pengumpulan dalam arti kitabullah kullihi (penulisan Al-Qur’an semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menerbitkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menerbitkan ayat-ayat dan surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah, sebagainya ditulis sesudah bagian yang lain. 
          Unit-unit wahyu yang diterima Muhammad pada faktanya, dipeliharaa dari kemusnahan dengan dua cara utama:
1. Menyimpannya kedalam “dada manusia’’ atau menghafalkannya.
2.  Merekamnya secara tertulis di atas berbagai jenis bahan untuk menulis, jadi, ketika para sarjana muslim berbicara tentang jam’ul-Qur’an pada masa Nabi, maka yang dimaksudkan dengan ungkapan ini pada dasarnya adalah pengumpulan wahyu-wahyu yang diterima Nabi melalui kedua cara tersebut, baik sebagian atau seluruhnya.[2]
          Pada mulanya, bagian –bagian Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Muhammada dipelihara dalam ingatan Nabi dan para sahabatnya. Tradisi hafalan yang kuat dikalangan masyarakat Arab telah memungkinkan terpeliharanya al-Qur’an dalam cara semacam ini, jadi, setelah menerima satu wahyu, Nabi menyampaikannya kepada para sahabatnya untuk menghafalkannya.
          Cara kedua yang dilakukan dalam pemeliharaan al-Qur’an di masa Nabi adalah perekaman dalam bentuk tulisan unit-unit wahyu yang diterima Nabi. Laporan paling awal tentang penyalinan al-Qur’an secara tertulis bias ditemukan dalam kisah masuk islam Umar ibn Khattab, yaitu empat tahun menjelang hijrahnya Nabi ke Madinah.[3]
          Selain itu dari cara menghafal ini, Rasulullah memerintahakan agar para sahabat yang pandai menulis segera menuliskan ayat-ayat al-Qur’an yang telah dihafalkan oleh mereka. Diantara sahabat yang diperintahkan untuk menulis ayat-ayat al-Qur’an adalah:[4]
a.  4 sahabat terkemuka, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali
b. Muawiyah bin Abu Sufyan
c.  Zaid bin Tsabit
d. Ubay bin Ka’ab
e.  Khalid bin Walid.
Disampimg itu sahabat-sahabat terkemuka yang menghafal al-Qur’an menutut hadits yang diriwayatkan Bukhari adalah:[5]
a.  Abdullah ibnu Masu’d
b. Salim bin Mu’qil, dia adalah Maula Abu Huzaifah
c.  Mu’az bin Jabal
d. Zaid bin Tsabit
e.  Abu Zaid bin Sukun, dan
f.  Abu Darda’
    Menurut sumbr hadits Bukhari, bahwa tujuh orang tersbutlah yang bertanggung jawab mengumpulkan al-Qur’an menurut apa yang mereka hafal itu, dan yang dihafalnya itu dikembalikan kepada Rasulullah. Jadi, melalui sanad-sanad mereka inilah al-Qur’an sampai kepada kita seperti yang ada sekarang ini.
















                                                                                                                        

                                                                                                                        



Daftar pustaka
al-Qattan Manna’ Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,
Amal Taufik Adnan, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta:PT Pustaka
 Anwar Abu, Ulumul Qur’an,Amzah, Sinar Grafika Offset


[1] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2007, hlm.178
[2] Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta:PT Pustaka, Oktober 2013, hlm.142
[3] Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta:PT Pustaka, Oktober 2013, hlm.143
[4]  Abu Anwar, Ulumul Qur’an,Januari 2005, Hlm.24

[5]  Abu Anwar, Ulumul Qur’an,Januari 2005, Hlm.25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar